20120604

(Fanfic) Heartache


Title : Heartache
Author : theazuresnow
Casts : Kim Jaejoong (TVXQ), Choi Sulli
Genre : AU/ Angst, Romance
Rating : PG-15
Length : Oneshot
OST : Taeyeon ft. The One – Like A Star, TVXQ – Toki wo Tomete




Seoul, 2 Desember 2010
            Badai salju tengah berlangsung di luar sana, di bawah langit gelap yang menggelayut dengan angkuhnya. Sekarang pukul 8, tapi suasana di luar sana masih seperti pukul 4 pagi.  Sepertinya ada yang salah dengan hari ini.


            Aku kembali menulis catatan seperti ini untuk kesekian kalinya. Ini adalah satu-satunya hal yang ingin kulakukan saat ini, selain berdiam diri di kamar dengan selimut tebal menutupi tubuh. Semua isi hatiku...Aku ingin menumpahkannya di atas kertas ini. Tapi aku benar-benar bingung harus memulainya dari mana. Jantungku berdegup begitu kencang sekarang. Perasaan seperti ini, aku tidak pernah membayangkan akan memilikinya. Sakit sekali. Lebih menyakitkan lagi karena ini menjadi perasaan yang akan kurasakan seumur hidupku.

            Aku tahu, dengan berdiam diri di kamar seperti ini, aku hanyalah menyakiti diri sendiri. Aku akan semakin memikirkannya dan semakin memikirkannya. Bodoh sekali!! Benar-benar bodoh!!! Aku benar-benar bodoh karena telah membiarkannya pergi hari itu!!!

            Jantungku kembali berdegup kencang. Dan sekali lagi, ada palu tak kasat mata yang memukul-mukul dadaku dari dalam. Sesak—




Seoul, 03 Desember 2010
            Maafkan aku. Catatan sebelumnya terputus. Lagi-lagi air mata telah menghentikanku menulis catatan. Ternyata air mataku mengalir jauh lebih cepat daripada goresan penaku .

             Sudah 5 hari ya? Tapi kenapa aku merasa seperti sudah bertahun-tahun? Gerak jarum jam di kamar ini sepertinya telah melaju berkali-kali lipat lebih cepat dari jam-jam di luar sana.

            Meskipun waktu telah berlalu, tapi hatiku tidak juga berubah. Perasaan yang kurasakan masih sama. Sakit yang kurasakan masih sama. Tidak membaik sama sekali, malah semakin memburuk. Semakin jauh aku beranjak dari hari itu, maka akan semakin jauh pula kenangan itu tertinggal. Hari-hari dimana aku bisa melihatnya hanya akan menjadi sebuah kenangan yang akan terhapus perlahan-lahan, seperti debu yang tertiup angin. Aku mungkin akan menyimpan kenangan itu dalam memoriku. Tapi kau harus tahu, hidup dengan menyimpan kenangan akan seseorang yang telah pergi hanya akan membuatmu sakit. Hatimu akan terasa hampa. Seperti ada lubang besar di dalam hatimu. Ingatanmu akan dipenuhi oleh siluet hitam putih dari masa lalu. Datang dan pergi begitu saja dengan cepat.

            Kini aku sadar...
Ada sesuatu yang telah benar-benar hilang dari hidupku...
            Sesuatu yang takkan pernah kembali...


Seoul, 04 Desember 2010
            Diaryku, kemarin malam aku terbangun. Aku bermimpi tentangnya. Kami kembali pada hari itu, hari dimana ia—

Ah, sial! Aku menangis lagi. Seperti kemarin malam, aku juga menangis saat memimpikannya. Dalam mimpiku, waktu berputar mundur ke hari itu. Hujan lebat turun di luar ketika kami tengah duduk berdua di cafe. Dan persis seperti hari itu juga, aku bertanya padanya, “Jaejoongie, apa kau ingat hari apa ini?”.

Kulihat ia mengerutkan alisnya dengan ekspresi wajah bingung. Lucu sekali. Ia, dengan rambut coklatnya yang lembut itu, terlihat seperti anak kecil yang polos. “Ini hari Minggu kan?  Memangnya ada apa?”.

Ah, benar. Seperti itulah hari itu. Semua yang terjadi dalam mimpiku sama persis dengan urutan kejadian di hari itu. Jaejoong lupa kalau hari itu hari ulang tahunku, karena itulah aku pura-pura marah padanya.

“Kau jahat, Jaejoongie! Tahun lalu kau juga lupa hari ulang tahunku”.
Begitulah Jaejoong. Dia pelupa. Dia bahkan selalu lupa akan hari ulang tahunnya sendiri. Akulah yang selalu mengingatkannya saat ia ulang tahun. Ingatannya sedikit payah, menurutku. Tapi satu hal yang membuatku kagum padanya. Ia akan melakukan hal-hal mengejutkan untuk membayar kesalahannya.

“Benarkah?”, matanya membulat dan ia terlihat kaget. Aku suka sekali ekspresi wajahnya yang seperti itu. Itu lucu sekali , Jaejoongie.

“Sulli-ya, aku benar-benar minta maaf”, ia buru-buru mengenggam tanganku yang berada di atas meja. “Sulli-ya, aku benar-benar lupa. Maafkan aku”, ucapnya sungguh-sungguh.

Aku masih pura-pura cemberut sambil memandang keluar jendela, pada rintik hujan yang begitu deras di luar sana.  Ada bau hujan yang tercium hari itu. Tapi dalam mimpiku, tidak ada bau hujan. Hampa sekali. Seolah semua yang ada di situ hanya kekosongan semata.

Jaejoong menghela nafas. “Baiklah, kalau begitu tunggu aku di sini. Aku akan pergi sebentar untuk membeli kado untukmu”, ucapnya seraya bangkit dari kursi. Kalau pada hari itu aku membiarkannya pergi begitu saja, dalam mimpiku, aku segera mencegahnya. Mungkin inilah yang dinamakan penyesalan. Benar-benar ada dorongan kuat yang menyuruhku untuk mencegahnya pergi. Tidak untuk kedua kalinya kuulangi kesalahanku.

“Jaejoongie, jangan pergi!”, aku segera memeluknya dari belakang, menahannya keluar dari cafe.

“Kau tidak tahu apa yang kau katakan!! Kau tidak akan pergi sebentar, Jaejoongie!! Kau akan meninggalkanku menunggu di sini sampai larut malam. Kau akan pergi selamanya. Jaejoongie!! Tolong, jangan pergi...”, air mata mengalir dengan deras di kedua pipiku. Aku benar-benar memeluknya erat dan tidak mau melepaskannya pergi. Aku benar-benar tidak rela  ia pergi, karena aku tahu apa yang akan terjadi padanya. Sebuah mobil berkecepatan tinggi akan menabraknya di tengah hujan deras. Ia akan kritis dan akhirnya meninggal karena luka di organ dalamnya. Sungguh, aku tidak mau hal itu terjadi lagi, sekalipun hanya dalam mimpi.

Hatiku teriris sakit. Seketika itu juga isakanku pecah. Kutenggelamkan wajahku pada punggungnya yang lebar dan dingin. Namun Jaejoong diam saja. Ia diam saja. Ia tidak mengatakan apa pun padaku.
Dan saat aku terbangun, aku sadar akan sesuatu. Itu hanya mimpi. Dan tempat dimana aku bernafas sekarang, adalah dunia yang tanpa Jaejoong.

Tanpa Jaejoong...


 Seoul, 5 Desember 2010

Hari masih pagi, dan salju sedang tidak turun. Meski begitu, halaman rumah dan jalanan masih dipenuhi tumpukan salju. Aku akan mencoba keluar jalan-jalan pagi ini. Suasana hatiku masih sama. Masih gelap dan dingin. Hanya saja, aku bosan tinggal di kamar. Itu membuatku semakin tertekan.



Masih 5 Desember 2010

Berjalan-jalan sama sekali tidak membuatku lebih baik. Aku melewati beberapa tempat yang dulu sering kukunjungi bersama Jaejoong. Aku benar-benar seperti orang linglung saat menyadari bahwa tidak akan ada lagi Jaejoong yang menemaniku ke tempat itu. Tidak akan pernah ada lagi.

Aku duduk di taman dan menangis sepuasnya. Semua emosiku benar-benar tumpah di sana. Aku menangis. Aku berteriak. Aku memanggil namanya. Aku memohon agar ia kembali ke sampingku lagi. Jaejoong, benarkah kau tidak ada lagi di sini? Kau tidak akan pernah kembali?

Bohong! Aku tidak percaya bahwa semua ini adalah kenyataan. Ini adalah kebohongan, sekaligus mimpi paling buruk dalam hidupku. Bagaimana mungkin, Jaejoong yang beberapa hari lalu masih di depanku, duduk dan berbicara padaku, sekarang sudah pergi?? Ini mustahil!! Ini bohong!! Ini hanya mimpi!!!

Ya benar, aku yakin sekali, ini hanya sebuah mimpi...



Seoul, 6 Desember 2010

Malam hari di pertengahan musim dingin. Aku benar-benar semakin terpuruk. Tidak bisa lagi. Aku tidak bisa lagi seperti ini. Setiap hari aku hanya bisa merenungi dan menangisi kepergiannya, menyesali segalanya yang sudah terjadi. Aku benar-benar seperti manusia tanpa jiwa. Sakit di hatiku telah sampai pada batasnya. Sakit dari segala rasa sakit.

Saat ini, aku ingin bertemu dengan Jaejoong lagi. Aku ingin bersandar di bahunya lagi. Aku ingin, sekali lagi saja, melihatnya berdiri di depanku. Berdiri tegap dengan sinar matanya yang tenang dan lembut memancar. Aku merindukannya...

Tuhan, tolong kembalikan ia ke sisiku. Ia adalah segalanya bagiku. Tolong beri ia hidup sedikit lebih lama lagi di dunia ini, Tuhan. Jangan ambil ia secepat ini dariku, dengan cara seperti ini. Semua ini terlalu tiba-tiba. Semua ini, benar-benar tidak sanggup kuterima.


Seoul, 7 Desember 2010

Kini sudah kuputuskan. Sudah cukup. Sampai di sini saja aku terpuruk. Sampai di sini saja rasa sakit ini menyakitiku. Aku akan menemuinya hari ini juga. Hari ini juga, aku akan memutus urat nadi yang menyambung hidupku. Lebih cepat lebih baik bukan? Bukankah pada akhirnya aku juga akan mati perlahan-lahan oleh rasa sakit ini?

            Beberapa menit lagi, aku bisa bertemu Jaejoong. Aku akan, sekali lagi, hidup di dunia yang sama dengannya. Tidak ada lagi dunia yang tanpa Jaejoong seperti ini. Tidak ada lagi rasa sakit sesakit ini. Aku berjanji, di kehidupan setelah ini, aku tidak akan pernah mengijinkannya pergi meninggalkanku lagi. Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Anggaplah apa yang kulakukan hari ini adalah penebusan dosaku terhadapmu, Jaejoong...
Karena aku telah terlalu mencintaimu.



For you...
Who always live in my soul
Who is like a ray of light in the lake of darkness
Please take my soul  with you
As my apologize
For my past fault

This heartache of being left by you
Has forced me to cut my veins
Please, don’t let me suffer from this heartache anymore.
Heartache that kills me slowly

And now, I swear...
I’ll never let you go again
I’ll never do the same mistake as previous
Because I really realized...
That you are my everything to me...
You are my everything to me...
You are my everything to me...





No comments:

Post a Comment