Title : Heartache
Author : theazuresnow
Casts : Kim Jaejoong (TVXQ), Choi Sulli
Genre : AU/ Angst, Romance
Rating : PG-15
Length : Oneshot
OST : Taeyeon ft. The One – Like A Star,
TVXQ – Toki wo Tomete
Seoul, 2 Desember 2010
Badai
salju tengah berlangsung di luar sana, di bawah langit gelap yang menggelayut
dengan angkuhnya. Sekarang pukul 8, tapi suasana di luar sana masih seperti
pukul 4 pagi. Sepertinya ada yang salah
dengan hari ini.
Aku
kembali menulis catatan seperti ini untuk kesekian kalinya. Ini adalah
satu-satunya hal yang ingin kulakukan saat ini, selain berdiam diri di kamar
dengan selimut tebal menutupi tubuh. Semua isi hatiku...Aku ingin
menumpahkannya di atas kertas ini. Tapi aku benar-benar bingung harus memulainya
dari mana. Jantungku berdegup begitu kencang sekarang. Perasaan seperti ini,
aku tidak pernah membayangkan akan memilikinya. Sakit sekali. Lebih menyakitkan
lagi karena ini menjadi perasaan yang akan kurasakan seumur hidupku.
Aku
tahu, dengan berdiam diri di kamar seperti ini, aku hanyalah menyakiti diri
sendiri. Aku akan semakin memikirkannya dan semakin memikirkannya. Bodoh
sekali!! Benar-benar bodoh!!! Aku benar-benar bodoh karena telah membiarkannya
pergi hari itu!!!
Jantungku
kembali berdegup kencang. Dan sekali lagi, ada palu tak kasat mata yang
memukul-mukul dadaku dari dalam. Sesak—
Seoul, 03 Desember 2010
Maafkan
aku. Catatan sebelumnya terputus. Lagi-lagi air mata telah menghentikanku
menulis catatan. Ternyata air mataku mengalir jauh lebih cepat daripada goresan
penaku .
Sudah
5 hari ya? Tapi kenapa aku merasa seperti sudah bertahun-tahun? Gerak jarum jam
di kamar ini sepertinya telah melaju berkali-kali lipat lebih cepat dari
jam-jam di luar sana.
Meskipun
waktu telah berlalu, tapi hatiku tidak juga berubah. Perasaan yang kurasakan
masih sama. Sakit yang kurasakan masih sama. Tidak membaik sama sekali, malah
semakin memburuk. Semakin jauh aku beranjak dari hari itu, maka akan semakin
jauh pula kenangan itu tertinggal. Hari-hari dimana aku bisa melihatnya hanya
akan menjadi sebuah kenangan yang akan terhapus perlahan-lahan, seperti debu
yang tertiup angin. Aku mungkin akan menyimpan kenangan itu dalam memoriku.
Tapi kau harus tahu, hidup dengan menyimpan kenangan akan seseorang yang telah
pergi hanya akan membuatmu sakit. Hatimu akan terasa hampa. Seperti ada lubang
besar di dalam hatimu. Ingatanmu akan dipenuhi oleh siluet hitam putih dari
masa lalu. Datang dan pergi begitu saja dengan cepat.
Kini
aku sadar...
Ada sesuatu yang
telah benar-benar hilang dari hidupku...
Sesuatu
yang takkan pernah kembali...
Seoul, 04 Desember 2010
Diaryku, kemarin
malam aku terbangun. Aku bermimpi tentangnya. Kami kembali pada hari itu, hari
dimana ia—
Ah, sial! Aku
menangis lagi. Seperti kemarin malam, aku juga menangis saat memimpikannya.
Dalam mimpiku, waktu berputar mundur ke hari itu. Hujan lebat turun di luar
ketika kami tengah duduk berdua di cafe. Dan persis seperti hari itu juga, aku
bertanya padanya, “Jaejoongie, apa kau ingat hari apa ini?”.
Kulihat ia
mengerutkan alisnya dengan ekspresi wajah bingung. Lucu sekali. Ia, dengan
rambut coklatnya yang lembut itu, terlihat seperti anak kecil yang polos. “Ini
hari Minggu kan? Memangnya ada apa?”.
Ah, benar.
Seperti itulah hari itu. Semua yang terjadi dalam mimpiku sama persis dengan
urutan kejadian di hari itu. Jaejoong lupa kalau hari itu hari ulang tahunku, karena
itulah aku pura-pura marah padanya.
“Kau jahat,
Jaejoongie! Tahun lalu kau juga lupa hari ulang tahunku”.
Begitulah
Jaejoong. Dia pelupa. Dia bahkan selalu lupa akan hari ulang tahunnya sendiri. Akulah
yang selalu mengingatkannya saat ia ulang tahun. Ingatannya sedikit payah,
menurutku. Tapi satu hal yang membuatku kagum padanya. Ia akan melakukan
hal-hal mengejutkan untuk membayar kesalahannya.
“Benarkah?”,
matanya membulat dan ia terlihat kaget. Aku suka sekali ekspresi wajahnya yang
seperti itu. Itu lucu sekali , Jaejoongie.
“Sulli-ya, aku
benar-benar minta maaf”, ia buru-buru mengenggam tanganku yang berada di atas
meja. “Sulli-ya, aku benar-benar lupa. Maafkan aku”, ucapnya sungguh-sungguh.
Aku masih
pura-pura cemberut sambil memandang keluar jendela, pada rintik hujan yang
begitu deras di luar sana. Ada bau hujan
yang tercium hari itu. Tapi dalam mimpiku, tidak ada bau hujan. Hampa sekali.
Seolah semua yang ada di situ hanya kekosongan semata.
Jaejoong
menghela nafas. “Baiklah, kalau begitu tunggu aku di sini. Aku akan pergi
sebentar untuk membeli kado untukmu”, ucapnya seraya bangkit dari kursi. Kalau
pada hari itu aku membiarkannya pergi begitu saja, dalam mimpiku, aku segera
mencegahnya. Mungkin inilah yang dinamakan penyesalan. Benar-benar ada dorongan
kuat yang menyuruhku untuk mencegahnya pergi. Tidak untuk kedua kalinya
kuulangi kesalahanku.
“Jaejoongie,
jangan pergi!”, aku segera memeluknya dari belakang, menahannya keluar dari
cafe.
“Kau tidak tahu
apa yang kau katakan!! Kau tidak akan pergi sebentar, Jaejoongie!! Kau akan
meninggalkanku menunggu di sini sampai larut malam. Kau akan pergi selamanya.
Jaejoongie!! Tolong, jangan pergi...”, air mata mengalir dengan deras di kedua
pipiku. Aku benar-benar memeluknya erat dan tidak mau melepaskannya pergi. Aku
benar-benar tidak rela ia pergi, karena
aku tahu apa yang akan terjadi padanya. Sebuah mobil berkecepatan tinggi akan
menabraknya di tengah hujan deras. Ia akan kritis dan akhirnya meninggal karena
luka di organ dalamnya. Sungguh, aku tidak mau hal itu terjadi lagi, sekalipun
hanya dalam mimpi.
Hatiku teriris
sakit. Seketika itu juga isakanku pecah. Kutenggelamkan wajahku pada
punggungnya yang lebar dan dingin. Namun Jaejoong diam saja. Ia diam saja. Ia
tidak mengatakan apa pun padaku.
Dan saat aku
terbangun, aku sadar akan sesuatu. Itu hanya mimpi. Dan tempat dimana aku
bernafas sekarang, adalah dunia yang tanpa Jaejoong.
Tanpa
Jaejoong...
Seoul, 5
Desember 2010
Hari masih pagi,
dan salju sedang tidak turun. Meski begitu, halaman rumah dan jalanan masih
dipenuhi tumpukan salju. Aku akan mencoba keluar jalan-jalan pagi ini. Suasana
hatiku masih sama. Masih gelap dan dingin. Hanya saja, aku bosan tinggal di
kamar. Itu membuatku semakin tertekan.
Masih 5 Desember
2010
Berjalan-jalan
sama sekali tidak membuatku lebih baik. Aku melewati beberapa tempat yang dulu
sering kukunjungi bersama Jaejoong. Aku benar-benar seperti orang linglung saat
menyadari bahwa tidak akan ada lagi Jaejoong yang menemaniku ke tempat itu.
Tidak akan pernah ada lagi.
Aku duduk di
taman dan menangis sepuasnya. Semua emosiku benar-benar tumpah di sana. Aku
menangis. Aku berteriak. Aku memanggil namanya. Aku memohon agar ia kembali ke
sampingku lagi. Jaejoong, benarkah kau tidak ada lagi di sini? Kau tidak akan
pernah kembali?
Bohong! Aku
tidak percaya bahwa semua ini adalah kenyataan. Ini adalah kebohongan,
sekaligus mimpi paling buruk dalam hidupku. Bagaimana mungkin, Jaejoong yang
beberapa hari lalu masih di depanku, duduk dan berbicara padaku, sekarang sudah
pergi?? Ini mustahil!! Ini bohong!! Ini hanya mimpi!!!
Ya benar, aku
yakin sekali, ini hanya sebuah mimpi...
Seoul, 6
Desember 2010
Malam hari di
pertengahan musim dingin. Aku benar-benar semakin terpuruk. Tidak bisa lagi.
Aku tidak bisa lagi seperti ini. Setiap hari aku hanya bisa merenungi dan
menangisi kepergiannya, menyesali segalanya yang sudah terjadi. Aku benar-benar
seperti manusia tanpa jiwa. Sakit di hatiku telah sampai pada batasnya. Sakit
dari segala rasa sakit.
Saat ini, aku ingin
bertemu dengan Jaejoong lagi. Aku ingin bersandar di bahunya lagi. Aku ingin,
sekali lagi saja, melihatnya berdiri di depanku. Berdiri tegap dengan sinar
matanya yang tenang dan lembut memancar. Aku merindukannya...
Tuhan, tolong
kembalikan ia ke sisiku. Ia adalah segalanya bagiku. Tolong beri ia hidup
sedikit lebih lama lagi di dunia ini, Tuhan. Jangan ambil ia secepat ini
dariku, dengan cara seperti ini. Semua ini terlalu tiba-tiba. Semua ini,
benar-benar tidak sanggup kuterima.
Seoul, 7
Desember 2010
Kini
sudah kuputuskan. Sudah cukup. Sampai di sini saja aku terpuruk. Sampai di sini
saja rasa sakit ini menyakitiku. Aku akan menemuinya hari ini juga. Hari ini
juga, aku akan memutus urat nadi yang menyambung hidupku. Lebih cepat lebih
baik bukan? Bukankah pada akhirnya aku juga akan mati perlahan-lahan oleh rasa
sakit ini?
Beberapa
menit lagi, aku bisa bertemu Jaejoong. Aku akan, sekali lagi, hidup di dunia
yang sama dengannya. Tidak ada lagi dunia yang tanpa Jaejoong seperti ini.
Tidak ada lagi rasa sakit sesakit ini. Aku berjanji, di kehidupan setelah ini,
aku tidak akan pernah mengijinkannya pergi meninggalkanku lagi. Aku tidak akan
membuat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Anggaplah apa yang kulakukan
hari ini adalah penebusan dosaku terhadapmu, Jaejoong...
Karena aku telah terlalu mencintaimu.
For you...
Who always live in my soul
Who is like a ray of light in the lake
of darkness
Please take my soul with you
As my apologize
For my past fault
This heartache of being left by you
Has forced me to cut my veins
Please, don’t let me suffer from this
heartache anymore.
Heartache that kills me slowly
And now, I swear...
I’ll never let you go again
I’ll never do the same mistake as
previous
Because I really realized...
That you are my everything to me...
You are my everything to me...
You are my everything to me...
No comments:
Post a Comment